Karawang||Dalih pinjam-meminjam uang yang dilakukan tiga oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang kepada seorang pengusaha berinisial AA menuai kritik tajam dari pengamat politik dan pemerintahan. Pasalnya, tindakan tersebut dinilai tidak memiliki urgensi kedinasan dan justru sarat dengan dugaan gratifikasi serta praktik jual beli proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang.
Tiga oknum ASN Pemkab Karawang, masing-masing berinisial DRH, DK, dan CP, serta pengusaha AA. Pengamat politik dan pemerintahan, Muhamad Rifai, turut memberikan tanggapan keras atas kasus tersebut.
Ketiga oknum ASN diduga melakukan pinjam uang senilai total Rp1,356 miliar kepada pengusaha AA, yang kemudian dibayar menggunakan 28 paket proyek pekerjaan di Dinas PUPR Karawang dengan nilai total Rp4,79 miliar. Aksi ini dinilai sebagai bentuk gratifikasi dan praktik jual beli proyek.
Kasus bermula pada November 2022, dengan reaksi publik dan tanggapan pengamat muncul pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Menurut Rifai, tidak ada alasan kedinasan bagi pejabat pemerintah meminjam uang dari pihak swasta. “Dalam penyelenggaraan pemerintahan, seluruh kegiatan berbasis anggaran dari APBD. Kalau sampai meminjam uang ke pengusaha, itu sudah menyalahi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” tegasnya.
Rifai menilai, jika pinjaman tersebut berkaitan dengan jabatan dan diikuti dengan imbalan berupa proyek, maka kuat indikasi gratifikasi yang berujung pada suap.
Dari total pinjaman Rp1,356 miliar, pengusaha AA hanya menerima realisasi pelunasan senilai Rp492 juta, setelah dipotong berbagai setoran. Sisanya, sekitar Rp863 juta, dijanjikan akan dibayar melalui proyek tahun anggaran 2024, namun hingga kini tidak terealisasi.
Kuasa hukum AA, Joen, S.H, menyebut para pejabat tersebut tidak menepati janji dan menuntut penyelesaian hukum.
“Permasalahan ini muncul karena janji pelunasan tidak ditepati. Padahal proyek sudah diberikan sejak 2022,” jelas Joen, Senin (29/9/2025).
Rifai menegaskan bahwa Inspektorat Daerah Karawang wajib turun tangan untuk memeriksa ketiga ASN tersebut beserta pengusahanya. “Kalau benar terbukti ada unsur gratifikasi dan suap, mereka harus diproses hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi sudah masuk ranah pidana,” tandasnya.